Oleh : Aan Kriswana Fasha
Anak-anak beranjak remaja, berubah siklus menjadi dewasa. Dengan penuh rasa semua tersave, tersusun rapi dan tertata. Ingatan kian menggumpal, angan berganti harap menanti hasil maksimal. Ia sedang berproses dengan segala keterbatasan ekonomi tidak membuat ia berhenti berkarya, berinovasi, dan memberi inspirasi kepada orang lain melalui karya-karyanya.
Roy adalah panggilan akrab laki laki flamboyan di kampung halamannya, Dusun IV Desa Aek Loba Afdeling 1, Asahan. Dengan kelihaiannya ia mampu mengubah barang-barang yang awalnya sudah tidak terpakai, menjadi suatu barang yang memiliki harga jual yang tinggi. Dengan jeli, ia mampu untuk mengubah karat menjadi kilat, mengubah debu menjadi biru, mengubah rongsokan menjadi barang pabrikan. Tentu semuanya tercipta tidak lain dan tidak bukan karena bakat yang ia miliki dalam mengolah barang-barang bekas tersebut.
“Biasanya aku cuma memanfaatkan besi-besi bekas, atau barang-barang lain yang sudah tidak terpakai yang ku ambil dari bengkel las tempat ku bekerja.” Ujar Roy. Sedari kecil bakat ia sudah terlihat, ditandai dengan kreatifitasnya dalam menciptakan berbagai karya, seperti mobil-mobilan dari kayu, membuat gendang dari paralon bekas, membuat layang-layang dengan tampilan yang unik-unik dan masih banyak lagi.
Handal dalam kreatifitas, ia mampu membuat pola yang tidak mudah untuk ditebak, karya apa yang bakal ia buat pada akhirnya semua dikerjakan dengan penuh ketelitian dan kesabaran, hingga titik semua orang pada bertanya, “Ini hasil karya sendiri?”.
Dengan satu orang istri, dan satu orang anak laki-laki, ia menjadi kepala keluarga yang memiliki cara tersendiri dalam menghidupi keluarganya. “Ya kadang-kadang ada yang nempah, minta tolong buatkan ini, buatkan itu. Selagi itu menghasilkan uang, dan aku mampu untuk mengerjakannya, ya ku terima,” ujar ayah dari satu anak ini
Kebutuhan pokok yang mahal, ditambah dengan adanya pandemik Covid-19 membuat ia harus ekstra keras dan berhati-hati dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah, demi dapur tetap berasap. Semua ia kerjakan dengan ikhlas, penuh haru dan berharap “Ya, semoga anakku nanti bisa jadi laki-laki cerdas yang shaleh, sukses di dunia dan bisa membawa orang tuanya ke surga.” Katanya.
Semasa mudanya, ia hobi dengan balapan motocross, sehingga ada satu karya yang ia miliki yaitu membuat kerangka bodi sepeda motor dengan besi-besi, yang di rakit dan di las sehingga memiliki tampilan seperti barang pabrikan. Semuanya terlihat rapi, penuh seni, dan bernilai jual yang tinggi.
Namun, dengan segala keterbatasan ekonomi yang menyelimuti keluarganya, ia tetap semangat menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, yaitu melaksanakan shalat lima waktu. Ia dikenal dengan pria yang humoris, ceria, dan ramah oleh jamaah Masjid Nurul Hidayah, salah satu masjid yang terletak tidak jauh dari tempat ia tinggal bersama keluarganya.
“Rezeki itukan datangnya dari Allah. Ya sebagai apapun profesi kita di dunia, kita harus tetap bersyukur, tetap ingat kalau kita itu hamba Allah Wajib untuk shalat. Apalagi laki-laki, kita harus ke masjid.” Kata pria berbaju kumuh itu.
Menikmati profesi dengan penuh kesabaran serta keikhlasan, mereka menjalani hidup tampak begitu tenang, damai, dan berbahagia. “Ya sekarangkan tergantung cara kita bagaimana mensyukuri nikmat yang Allah kasi ke kita. Ada rezeki cukup, syukuri. Ada rezeki lebih, sedekahkan. Adah hak orang lain di sebahagian kecil rezeki yang kita dapat.” tuturnya. ****