Oleh : H. MIMPIN SITEPU
(Penulis adalah Dosen Komunikasi, dan penggemar mengamati Media Sosial)
PENGANTAR
Mengantarkan tulisan ini, saya lebih senang dengan terlebih dahulu menilik sekilas mulanya COVID-19 atau virus corona itu menyebar yang telah menginfeksi lebih dari 1 juta orang di seluruh dunia.
Kemunculan virus corona mulai terdeteksi pertama kali di negara China pada awal Desember 2019, dari sejumlah pasien berdatangan ke rumah sakit di Wuhan dengan gejala penyakit yang tak dikenal sebelumnya. Kemudian, Dr. Li Wenliang menyebarkan berita mengenai virus misterius tersebut di media sosial. Diketahui, sejumlah pasien pertama memiliki akses ke pasar ikan Huanan yang juga menjual binatang liar. Kemudian penelitian menemukan beberapa indikasi bahwa virus tersebut biasa ditemukan pada hewan, seperti kucing, anjing, babi, sapi, kalkun, ayam, tikus, kelinci, dan kelelawar.
Meskipun pemahaman lain mengatakan saat itu, bahwa virus corona pada hewan hanya dapat menyebar antara binatang yang satu dengan binatang yang lain. Bahkan, sebagian hanya bertahan pada inang aslinya saja dan tidak menyebar.
Kemudian penelitian lain menemukan coronavirus pada kelelawar memiliki 96% genetik yang mirip dengan virus corona yang saat ini menginfeksi orang di seluruh dunia. Namun, virus corona bukan infeksi langsung dari kelelawar, melainkan dari spesies lain yang terinfeksi dari kelelawar dan akhirnya menyerang tubuh manusia. Tapi penelitian terbaru juga menyebutkan 13 dari 41 pasien yang terinfeksi tidak memiliki hubungan dengan pasar yang menjual hewan liar. Sehingga, para peneliti belum mengetahui betul virus corona berasal dari mana.
Dari hasil penelitian itu semua walau belum ditemukan kepastin munculnya darimana, kenyataan atau fakta yang tak perlu lagi diragukan adalah penyebarannya secara mengejutkan langsung massive ke seluruh penjuru dunia, dan seluruh dunia jadi gelisah untuk mengantisipanya. Oleh karena itu pula, saya berkeyakinan, bahwa lebih cepat munculnya satu kebiasan baru yang akan membudaya, tentang cara mengatasi atau bersahabat dengan virus itu sendiri ketimbang ditemukannya penyebab yang pasti.
Sebelum saya melanjutkan isi tulisan ini, saya telah mencoba mengetikkan kata “Budaya” pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) on-line, dan hasilnya saya temukan sebagai berikut : 1) pikiran; akal budi contoh: ‘hasil budaya’; 2) adat istiadat contoh: ‘menyelidiki bahasa dan budaya’; dan 3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju), contoh: ‘jiwa yang budaya’; 4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah. Dari seluruh pengertian tersebut saya lebih tertarik dengan pengertian nomor 3 yaitu (beradab, maju), sehingga tulisan inipun saya beri judul : “MENUJU PERADABAN BARU PASCA COVID-19”
PROSES TERBENTUKNYA PERADABAN
Peradaban dan kebudayaan sama-sama menunjuk pada seluruh pandangan hidup manusia dan suatu peradaban adalah bentuk yang lebih luas dari kebudayaan. Keduanya mencakup nilai-nilai, norma-norma dan pola-pola pikir yang menjadi bagian terpenting dari suatu masyarkat dan terwariskan dari generasi ke generasi. Sebagai contoh, peradaban India dan Cina termasuk dalam peradaban-peradaban besar manusia (big civilization of humanity) yang terus hidup dan berlangsung sampai sekarang dengan menghasilkan berbagai corak kebudayaan, agama, adat istiadat, kebangsaan, bahasa, bentuk pemerintahan dan susunan kekuasaan politik.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan indah. Misalnya: kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan, kepandaian menulis, organisasi kenegaraan, dsb. Dengan demikian, manusia sebagai makhluk yang beradab dimaksudkan pribadi manusia itu memiliki potensi: berlaku sopan, berakhlak-berbudi pekerti luhur.
Ruang dan waktu melahirkan dualitas di alam semesta. Terang dan gelap, siang dan malam, positif dan negatif, laki-laki dan perempuan, dan dualitas tersebut bukan memisahkan struktur semesta melainkan menyatukannya di suatu saat bila tiba saatnya. Kreasi terbaik dalam proses pemyatuan itulah yang akan selalu mengembangkan atau membangun peradaban baru pada masanya. Proses sederhananya adalah, jika suatu saat manusia telah berlebihan melakukan hal-hal yang negatif, maka akan tiba saatnya pandangan-pandangan atau perilaku-perilaku positip untuk menyelesaikan hal negatif yang telah berlebihan. Dari proses sederhana inilah akhirnya muncul berbagai pandangan dan keyakinan seperti, adanya pandangan “Hukum Karma”, prinsip “Tabur Tuai”, keyakinan “Setiap Kesulitan Ada Kemudahan”, dsb
Catatan sejarah menjelaskan bahwa dualitas di dalam kehidupan berperan sebagai penyeimbang, secara telaten dari yang sederhana sampai yang radikal. Misalnya, populasi meningkat, pemukiman tradisional terbentuk, koordinasi dilakukan oleh para leluhur, kemakmuran lahir. tetapi di samping semua itu, akan hadir piranti penyeimbang, berupa bencana, wabah, hingga peperangan saat koordinasi antara klan melemah.
Jika kita ingin melihat spesifik dualisme itu bekerja terhadap wabah, bahwa wabah itu akan selalu menyertai kehidupan di saat manusia telah menampakkan sifat rakusnya, apa pun dijadikan bahan pokok yang harus dikonsumsi. Peningkatan kalori dan protein dalam diri manusia berbanding lurus dengan peningkatan hormon noradrenalin pemicu stress, ketakutan, ceroboh, dan ketegangan. Beberapa wabah yang lahir sebagai akibat dari kerakusan manusia telah berlangsung sejak awal sejarah manusia. Wabah Sodom dan Gomorah (3500 SM) era di masa kejayaan umat manusia di daerah Pentapolis. Kenaikan tingkat konsumsi terhadap hasil peternakan dan pertanian memiliki pengaruh kepada rata-rata manusia di itu dalam hal peningkatan hormon noradrenalin yang memicu lahirnya sikap abnormal. Kecemasan dan ketakutan kehilangan sumber daya alam dilampiaskan oleh mereka dengan menjalin hubungan sesama jenis., dan prilaku seksual menyimpang di zaman Luth tersebut telah menimbulkan wabah dengan tingkat penularan sangat masif. Penyebaran wabah ini telah mengubah etika sosial masyarakat, orang-orang yang terkena wabah di zaman Luth menunjukkan prilaku agresif, sehingga akhirnya kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa Pentapolis, untuk mencegah penularan wabah yaitu dengan cara membumihanguskan Sodom dan Gomorah. Luth mengimbau kepada para pengikutnya, selama dua kota dipenuhi oleh manusia pembawa wabah, agar tetap tinggal di dalam rumah. Hal ini mirip dengan kebijakan social and physical distancing zaman modern ini.
PERADABAN BARU DARI COVID-19
Hari ini, seluruh dunia dilanda wabah Convid-19, yang sebabnya baru di duga sementara seperti dijelaskan dalan pengantar tulisan ini. Jika dugaan ini nanti betul, maka wabah yang mirip pernah juga terjadi pada Tiongkok Kuno yang dikenal dengan Wabah Hamin Mangha (3000SM), di mana masyarakatsaat itu melakukan domestikasi binatang-binatang lainnya seperti babi hutan, ayam, dan unggas. Satwa-satwa tangkapan atau buruan dimasukkan ke dalam kandang-kandang, dipasarkan, dan diperjualbelikan telah membawa petaka. Bakteri mematikan ditularkan kepada manusia melalui binatang-binatang domestikasi ini. Sebuah catatan dari live science menyebutkan, epidemi yang diakibatkan oleh bakteri dari binatang domestikasi ini telah menelan korban ribuan nyawa dalam hitungan hari. Hamin Mangha sebuah desa kuno lenyap oleh sebuah epidemi. Ribuan mayat dimasukkan ke dalam rumah mereka kemudian dibakar untuk mengurangi penularan, karena epidemi ini sama sekali tidak ada kelompok umur yang selamat, tua, muda, paruh baya, lelaki, dan perempuan meninggal tanpa pemakaman yang tepat. Tradisi kremasi mayat pun konon dilatarbelakangi oleh peristiwa ini.
Lalu Convid-19 ini akankah menggiring peradaban baru? Meskipun judul tulisan ini menuju peradaban baru, setelah membaca berbagai perkembangan peradaban, sesungguhnya saya belum melihat gejala baru sama sekali, tetapi lebih tepat jika disebut re-activate (mengaktifkan kembali) peradaban lama yang dianggap baik. Mari kita perhatikan apa yang telah terjadi di seluruh dunia? ada keseragaman yang prinsip, yaitu mencegak penularan. Dalam mencegak penularan ini keseragaman perilaku pada dasarnya tidak memunculkan peradaban baru seperti yang beberapa yang kita saksikan pada uraian berikut :
- Jaga Jarak, Pakai Masker. Sebenarnya budaya atau peradaban seperti ini, telah ada sejak terjadinya Sodom dan Gomorah seperti dijelaskan di atas, dan Jepang telah lama membudayakan hal tersebut di mana mereka terbiasa ke luar menggunakan masker, dan jika bertemu dengan sesama kolega dekatpun mereka cukup memberi penghormatan dengan saling membungkukkan badan. Penelitian singkat memang membuktikan bahwa Jepang lebih lambat penularannya dibanding dengan negara yang peradabannya sangat erat bersentuhan phisik dalam mengekspressikan kehangatan berteman seperti Amerika, Italy, Spanyol dan lainnya
- Jaga hygenitas atau kebersihan, adalah budaya lama yang sampai hari ini tidak dianggap hal baru, lihatlah peradaban Islam, bahkan menjadi syarat sholat adalah kebersihan. Secara prinsip, hygenitas tersebut peradaban lama, yang baru dan berbeda adalah implementasinya sesuai tingkat keperdulian terhadap kesehatan. Yang baru dalam implementasinya adalah hari ini semua orang sudah terbiasa mendengar dan mengenal kata Sanitizer, dan beberapa produk sejeninya.
- Di Rumah Saja, adalah sebuah kalimat anjuran yang sesungguhnya biasa dilakukan dalam setiap menghadapi masalah yang kemungkinan ada di luar rumah. Yang baru dan menjadi peradaban adalah terbiasa dengan Hastag Di Rumah Aja dengan berbagai bahasa, dan peradaban baru menjadi muncul pada setiap orang atau keluarga pada saat berada di rumah aja. Misalnya ada kesibukan baru yang tak pernah dikerjakan selama ini dalam mengantisipasi kebosanan, peradaban baru bekerja dari rumah, peradaban baru belanja on-line, peradaban baru belajar atau sekolah on-line, peradaban baru live streaming masing-masing keluarga, dan sebagainya. Yang menjadi signifikan perubahannya adalah peradaban baru memanfaatkan jaringan on-line, dari yang potensi negatif hingga yang sangat positip.
- Peradaban Pancasila di Indonesia, kita bisa melihat secara umum adalah mengaktifkan kembali (re-activate) jiwa-jiwa Pancasila, seperti semakin mempertebal keyakinan Ketuhanan Yang Maha Esa (semakin pasrah kepada pertolongan Yang Maha Kuasa), Semakin memiliki rasa kepekaan dan keperdulian sesama sebagai manusia yang adil dan beradab seperti dalam sila kedua Pancasila, Kepekaan terhadap pentingnya bersatu menhadapi penyebaran virus covid-19, Kesadaran akan kepemimpinan yang baik dari Pemerintah dalam mencegah peredaran pandemi, dan mempertebal rasa keadilan sesama dalam berbagai hal. Meskipun tipis tebalnya implementasi jiwa-jiwa Pancasila itu berbeda satu dan lainnya, adalah sesuai fitrah manusia, tapi yang jelas perubahan itu ada.
Terlepas itu menjadi peradaban baru atau sekedar re-activate peradaban lama, jika itu untuk kebaikan bukan menjadi penting sebagai kajian utama, yang jelas kita semua kita telah melihat gejala adanya perubahan peradaban, dan jika dikaitkan dengan pengertian peradaban adalah pribadi manusia itu memiliki potensi: berlaku sopan, berakhlak, berbudi pekerti luhur, maka telah nampak adanya peningkatan peradaban manusia di banding sebelum Covid-19 melanda.
PENUTUP
Mengahiri tulisan yang relatif panjang kali ini, saya ingin menutupnya dengan beberapa pendapat yang saya yakini atas merebaknya wabah ini.
- Saya percaya bawa virus ini adalah ciptaan Allah, dan seluruh ciptaan Allah akan ada hikmah di baliknya, oleh karena itu mari kita cari hikmahnya. Oleh karena itu, kita tidak perlu meminta Allah menghilangkannya, melainkan kita memohon kemampuan kita untuk hidup berdampingan dengan Virus itu sendiri, dengan diberiNya tuntunan kemudahan bahkan dibukakanNya pikiran untuk menangkap nilai positip dari semua kejadian ini.
- Salah satu cara kita berdampingan dengan Covid-19 itu ke depannya, saya yakin bahwa setelah penyebarannya dinyatakan menurun, kita akan tetap diwajikan pakai Masker, Jaga Kebersihan, dan Jaga Jarak jika ke luar rumah untuk beraktivitas. Ketiga hal tersebutlah nantinya akan menjadi Peradaban Baru bagi seluruh masyarakat sosial.
- Patut juga kita mensyukuri, bahwa wabah ini dikirimkan pada era kemajuan teknologi informasi, sehingga relatif memudahkan kita semua dalam mendapatkan informasi penyebaran dan cara penanggulangannya.
Semoga badai cepat berlalu.