Oleh : H. MIMPIN SITEPU (Penulis adalah Dosen, Candidat Doktor Ilmu Pemerintahan)
PENGANTAR
Tulisan ini sebenarnya nerupakan seri lanjutan dari tulisan saya sebelumnya dengan judul “MENUJU PERADABAN BARU PASCA COVID-19”, yang telah dimuat di media ini minggu lalu.
Pada tulisan inipun saya tidak lagi dalam menjelaskan bagaimana Covid-19 ini terjadi hingga begitu cepat melanda dunia dan menjadi musibah sejagad raya. Saya anggap ini adalah Musibah Dunia yang telah given (sudah begitu adanya). Sebagai orang yang selalu optimis, saya lebih senang menuliskan bagaimana merespons Musibah itu sendiri secara lebih arif dan positip.
Jika pada tulisan sebelumnya saya memberi sebuah framing agar dalam menghadapi Covid-19 ini kita tidak perlu berpikir bahwa virus akan enyah dan kehidupan kembali seperti semula, tetapi justru perilaku dan peradaban barulah yang akan berubah yang mengikuti peradaban sesuai tuntutan sifat yang diperlukan berdampingan dengan Covid-19 itu sendiri.
Melanjutkan rasa otptimisme sebelummnya, jika kita telah mampu menyesuaikan diri dengan peradaban baru sesuai tuntutan musibah (Covid-19) itu sendiri, pada tulisan kali ini saya ingin meberikan gambaran lebih optimis lagi, bahwa kita bisa hidup lebih tangguh di samping Covid-19 sehingga saya beri judul ‘TANGGUH BERSAMA COVID-19”
REAKSI MENGHADAPI COVID-19
Ada 3(tiga) kemungkinan dalam memandang datangnya musibah, yaitu : Pertama sebagai Ujian (yang harus dipikirkan jawaban yang terbaik), hingga kita lulus/lolos dengan baik; Kedua sebagai peringatan (yang harus direnungkan apa isi dan makna peringatan itu dan menjawabnya dengan respons perbaikan) dan Ketiga sebagai hukuman (yang bagi manusia apatis cenderung menerimanya secara ikhlas sebagai akibat adanya kesalahan/dosa, dan type manusia sedikit lebih agresif sambil menerima hukuman merenungi dosa-dosa yang telah diperbuat lalu melakukan perbaikan sebagai penebus dosa).
Manusia pembelajar (senang belajar), pasti lebih memilih bahwa Musibah tersebut adalah sebagai ujian yang diturunkan oleh sang pencipta, sehingga merasa perlu belajar banyak menghadapi ujian tersebut dengan harapan tidak hanya sekedar lulus tapi juga naik kelas dengan nilai tinggi agar menjadi unggul.
Jika Musibah ini dianggap sebagai musuh, maka saat ini Dunia punya musuh bersama yaitu Covid-19, dan salah satu pembelajaran bagi kita adalah nilai positip dari setiap musuh bersama (common enemy) akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekompakan untuk menghadapinya.
Pelajaran selanjutnya adalah bagaimana strategi menghadapi musuh yang dalam pandangan saya ada 3 strategi utama yang logis bisa dipilih yaitu : Pertama bertahan (secara pasif), yang saat ini dapat dianalogkan dengan Social Distancing dengan gerakan #Di Rumah Aja, #Work From Home (WFH) dsb. Kedua strategi menyerang menghabisi musuh (orang2 optimis sering juga menyebut “pertahanan yang terbaik adalah menyerang”, dan itu mungkin yang sedang diupayakan oleh berbagai pakar/peneliti virus sedang mencoba mencari senjata untuk melenyapkan Covid-19, meskipun hingga saat ini masih belum tampak titik terang keberhasilannya. Ketiga adalah strategi kolaborasi, atau hidup berdampingan dengan Covid-19 (sleeping with enemy), yang menurut saya itulah strategy terbaik saat ini untuk kita pikiran.
Sleeping with the enemies memang juga bukan perkara yang mudah karena kita selalu dalam kecemasan dengan perasaan adanya ancaman dari tetangga sebelah. Terlebih jika enemy itu adalah pesaing bisnis, maka ada kecemasan atas kemungkinan pesaing akan terus mengintip kelemahan kita selalu menghantui.
Dalam kasus menghadapi virus Covid-19 tentu kecemasan semacam itu adalah berlebihan dan bisa menempatkan kita pada posisi yang edge of chaos, yaitu kondisi yang menempatkan kita di ambang kekacauan. Ambil contohmisalnya disaat kita diminta melakukan social distancing dengan PSBB saja, sepertinya kita akan cemas berkelebihan jika setiap pagi kita anggap selalu berada pada posisi pilihan yang tidak nyaman antara tetap berada di rumah atau meninggalkan rumah yang berarti menembus belantara keramaian dan siap menghadapi penularan yang makin masssive.
Oleh karena itu kita harus melanjutkan perubahan positif yang muncul dari musibah ini. Yang berani menghadapi posisi edge of chaos adalah perilaku para pemenang, dan keberanian itu yang perlu kita miliki untuk mencapai keunggulan dari keterampilan mengelola diri (self organizing), yang nantinya akan bisa tertata dengan sendirinya, secara otomatis, seheingga kita akan sukar dikalahkan, bahkan unggul, atau menjadi tangguh.
PELUANG UNTUK TANGGUH
Untuk menjelaskan peluang tangguh ini, saya ingin mengawalinya dari beberapa informasi yang jika kita tidak mmampu melihat celahnya, dapat melemahkan rasa optimisme kita, terutama dari sudut ekonomi makro misalnya :
- Akan rendahnya pertumbuhan ekonomi, bahkan ada perkiraan dari 0% hingga maksimum 2 %. Melihat bagaimana kita menghitung pertumbuhan itu sendiri adalah penjumlahan seluruh pendapatan dibagi dengan jumlah penduduk, bagi saya itu belum mencerminkan kepastian sejahteranya seluruh rakyat walaupun pertumbuhannya tinggi. Jika pertumbuhan itu hanya dihasilkan oleh 10 atau 20 big boy, walau pertumbuhan tinggi belum tentu dinikmati masyarakat bawah. Oleh karena itu, saya lebih memilih pertumbuhan 2% asal dihasilkan secara bersama sama dan dinikmati bersama, daripada 7% tapi hanya dihasilkan oleh the big boy . Jika Covid-19 ini mampu menumbuhkan peradaban baru rasa kebersamaan yang tinggi, jiwa gotong royong kembali mengental, maka pertumbuhan yang rendah itu akan lebih berkualitas daripada sebelumnya. Dalam implementasinya saat ini kita mulai mengedepankan memperkuat UKM adalah peluang untuk menghasilkan pertumbuhan yang kecil tapi berkualitas.
- Rendahnya nilai eksport, baik dari sisi volume dan harga-harga komoditi seperti CPO, hasil tambang dan lain sebagainya termasuk ikanpun sudah jatuh harga jualnya, bagi saya itu bukanlah aib besar, bahkan sebaliknya bisa menjadi peluang besar untuk diolah sendiri menjadi bahan bakar atau kebutuhan konsumsi masyarakat bawah di Indonesia (self consumption), yang akhirnya menurunkan expenditure dari masyarakat, maka boleh jadi kondisi seperti itu jauh lebih baik daripada selama ini harga2 konsumsi masyarakat juga ikut mahal karena mengejar harga export, yang pada akhirnya memicu juga inflasi yang tinggi. Ini juga sudah terbukti bahwa ternyata selama kita menghadapi Covid-19 ini, nampaknya inflasi ikut juga tertekan dengan sendirinya. Dalam implementasinya, sejak covid-19, produk pertanian lokal seperti buah-buahan mulai menggantikan produk import, setidaknya yang terbiasa mengkonsumsi buah import mulai menurunkan nilai import, demikian juga dengan menurunnya ekspor ikan, akan meningkatkan masyarakat mengkonsumsi ikan yang memang diperlukan dalam peningkatan kecerdasan.
- Jika kombinasi dua hal di atas saja kita mampu pertahankan (pemerataan pertumbuhan ekonomi & meingkatkan konsumsi sendiri dari hasil sendiri). maka kita bisa mampun lebih unggul dari negara2 lain yang selama ini tidak punya sumber daya alam untuk kebutuhan sendiri, sehingga harus melakukan import dari negara kita dan mereka yang melakukan pengaturan harga. Dampak dari dua hal itu saja, kita bisa yakin bahwa trade ballance kita tidak akan semakin menganga minus dan inflasi mungkin semakin stabil.
Peluang ketangguhan dari sisi lain mungkin akan lebih banyak jika kita mitigasi secara lebih rinci, semisal dari tuntutan peradaban baru hidup bersama Covid-19 itu sendiri yaitu :
- Hidup Bersih, infrakstruktur kesehatan kita secara alami seperti ketersediaan air bersih, ketersediaan wilayah hijau dan sebagainya kita punya peluang hidup bersih dan sehat dengan sanitasi lebih baik dari beberapa negara lain seperti Afrika, India dan lainnya tinggal kita lebih fokus penataan dan pemanfaatannya.
- Jaga jarak, adalah tinggal bagaimana kita meningkatkan penggunaan teknologi lebih maksimum, dan lebih positip (dengan maksimalisasi on-line setiap lini kegiatan). Tak ada yang perlu diragukan optimalisasi penggunaan teknologi akan menghasilkan efisiensi.
Peluang keunggulan di atas, hanya segelintir penyemangat optimisme yang sempat saya tuliskan dan masih banyak faktor ikutan atau domino effect atas dua kebijakan itu sajapun masih bisa kita gali dan kembangkan bersama.
PENUTUP
Tulisan ini sebenarnya telah saya selesaikan sehari setelah hari Kartini, yang menambah rasa optimisme saya karena tiba-tiba ingat kembali “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Oleh karena itu mari kita tetap optimis meninggalkan kegelapan melalui himbauan beriukut :
- Rasa optimisme saja tidak ada gunanya jika kita tidak melakukan upaya apapun. Oleh karena itu mari kita iringi rasa optimisme dengan memitigasi peluang-peluang lainnya untuk tetap menjadi tangguh bersama Covid-19.
- Sebagai kesimpulan dari uraian tulisan ini, ke depannya kita perlu lebih fokus meningkatkan investasi (uang, pemikiran, dan upaya-upaya) dalam sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur teknologi komunikasi, yang kesemuanya menjadi pra-syarat untuk hidup berdampingan dengan tangguh bersma Covid-19. Himbauan investasi ini tidak hanya untuk pemerintah, tetapi juga bagi setiap individu.
Selamat berpuasa bagi yang menjalani, sambil tetap menancapkan hastag : #TANGGUH BERSAMA COVID-19 di dada masing-masing.