Langkat – METRO ONE – Pemasangan patok tanah pada program Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL) di beberapa desa di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, menuai kritikan dari LSM ADISPRA (Anti Diskriminasi Dan Pembodohan Rakyat).
Saat ditemui metro one Selasa (26/1) Sekjen LMS ADISPRA Miswandi mengatakan, Badan Petanahan Nasional Kabupaten Langkat harus mengevaluasi kembali tentang pembuatan sertifikat tanah program PTSL TA 2020.
“Panitia desa tidak memasang patok permanen sebagai tanda batas. Hal ini sangat memungkinkan berpotensi menjadi sengketa peringgan antara masyarakat ke depan. Yang menjadi persoalan adalah salah satu syarat permohonan masyarakat sebagai peserta program PTSL, menandatangani surat pemasangan tanda batas ( patok) diatas matrai 6000. Hal ini membuktikan juru ukur BPN Langkat diduga tidak profesional.Untuk itu kepada Kakan BPN Langkat agar mengevaluasi kembali semua kinerja jajarannya” ujar Miswandi.
Merasa penasaran Metro One mencoba menyambangi kantor BPN Langkat dan diterima Kasi satu BPN Danil di ruangan kerjanya Selasa (26/01).
Danil mengatakan jika program PTSL itu semuanya sudah tanggung jawab si pemilik tanah, BPN terlepas dari situ.
Saat ditanya mengapa program PTSL di Jawa memakai patok yang terpasang dengan baik dan pada patok ada label BPN ? Danil berdalih kalau hal itu mungkin ada pihak pengelolanya. “Jika kita buat seperti itu sebagaimana patok pembatas tanah di Jawa, kita takut nanti ada gejolak pada masyarakat. Spesifik patok tidak ada kita tentukan” ujarnya.
“Abang harus tunjukkan dulu surat tugas kemari, buat pertanyaan pertanyaan, nanti kami jawab dengan resmi” ujar Danil saat metro one mencoba menanyakan lebih jauh. (Syah).