Aceh Tengah | METRO ONE –
Sekretaris Umum Forum Advokasi Alam Linge Almisry Al Isaqi mempermasalahkan soal konsesi lahan/hutan Linge yang dimiliki puluhan perusahan Swasta dan perusahaan BUMN.
“Ini harus ada penegasan mengenai keberpihakan dalam konsesi dan keberpihakan kepada Masyarakat Linge. Intinya, masyarakat Linge harus sejahtera dengan memperoleh akses konsesi lahan/hutan. Kita bukan pempersoalkan salah-benar pemilikan konsesi oleh swasta atau perusahaan Negara, kami paham secara hukum dan aturan, memiliki konsesi diperbolehkan.Tapi perusahaan harus berpihakan kepada masyarakat dan keseimbangan usaha.Jadi bukan tidak boleh usaha besar atau swasta, tetapi harus ada keadilan dalam alokasi” ujarnya kemarin.
Almisry Al Isaqi menegaskan, eksistensi desa yang dikelilingi hutan pinus tidak boleh terganggu oleh lahan berstatus hak guna usaha (HGU) milik perusahaan yang tidak bekerja sama dengan pemerintahan desa. Hari ini ada indikasi ketidak bebasan masyarakat Desa untuk mendapatkan hasil hutan bukan kayu di wilayah desa sesuai dengan profil desa. Karena (perusahaan) diberikan konsesi luas, jadi masyarakat Desa tidak bisa bebas memanfaatkan hasil Hutan Pinus karena masuk dalam kawasan konsensi, ini harus ditertipkan.
Jangan sampai terjadi sengketa lahan antara perusahan pemilik konsesi dengan masyarakat adat. Pemilik konsensi harus paham esksistensi desa adat sudah ada sebelum HGU diterbitkan. Persoalan ini telah terjadi cukup lama, jadi jangan kita biarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Akibatnya, pemberdayaan ekonomi jadi terhambat bagi warga yang tinggal di dalam kawasan HGU.
Menurut AlMisry Al Isaqi, keberadaan kampung sudah lebih dulu ada sebelum kawasan hutan yang ditetapkan sebagai lahan konsesi. Maka sudah seharusnya wilayah desa harus dikeluarkan dari status kawasan HGU dan diberikan kepada masyarakat ketika perusahaan tidak mengindahkan hak asal usul desa.
Kampung di Kecamatan Linge sudah lahir sebelum Indonesia Merdeka, jadi sudah turun temurun. Tiba-tiba karena diberikan HGU yang luas, kampung masuk dalam HGU. Sudah waktunya lahan konsensi perusahaan diberikan kepada masyarakat. Agar pemanfaatannya dapat memperhatikan potensi ekonomi, kelestarian lingkungan serta ekosistem.
Forum Advokasi Alam Linge Siap Menfasilitasi.
Melalui Organisasi Masyarakat Forum Advokasi Alam Linge yang telah terbentuk berdasarkan Akte Notaris Tanggal 09 April 2020 Nomor 19 dan surat keterangan terdaftar dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 0107-00.00/194/X/2020, dengan bidang kegiatan dalam Pengawasan, Advokasi, sosial control terhadap lingkungan alam linge maupun industri. Kita siap untuk menindak lanjuti konsensi yang tidak berpihak kepada pemberdayaan masyarakat desa perjelas komitmen dan kerja sama antara pemegang HGU dengan Pemerintah Desa.
Almisry Al Isaqi menyatakan bahwa Ormas Forum Advokasi Alam Linge ini memiliki sejumlah data terkait lahan konsesi yang bersengketa dengan Masyarakat maupun yang tidak produktif.
Permasalahan sengketa, menurut AlMisry Al Isaqi di tiap Desa bermacam-macam, umumnya masalah pembebasan lahan masyarakat yang termasuk di dalam konsesi tanpa proses pembebasan yang sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain itu perusahaan yang merambah lahan di luar lahan konsesinya baik melalui HGU maupun hak-hak pengelolalaan lainnya kerap dijumpai.
Misalnya, HGU perusahaan tersebut hanya 10 hektar, namun pada kenyataannya mengelola sampai belasan hektar.
Penyebab dari berbagai permasalah tersebut. Menurutnya, karena adanya kolusi atau kongkalikong antara oknum pengusaha dengan oknum aparat pemerintah. Sehingga banyak pelanggaran yang terjadi terang benderang. Akan tetapi aparat pemerintah seolah tutup mata. Itu artinya merampas tanah rakyat” tegasnya
Untuk mengatasai masalah tersebut, kita akan menginstruksikan kepada Pengurus Ormas Furum Advokasi Alam Linge yang tersebar di 26 Desa untuk “jemput bola”. Pasang mata, pasang telinga, untuk mendapatkan informasi tentang lahan konsesi yang bersengketa. Kemudian melakukan investigasi serta pendampingan kepada masyarakat agar diketahui permasalahan yang sebenarnya. berikut data-data yang akurat.
Data-data lahan konsesi yang bersengketa itu akan kami laporkan langsung kepada Pemerintah Daerah melalui lembaga legeslatif dan ekskutif untuk disampaikan kepada Pemerintah Pusat. Agar ijin konsesi dicabut dan dikembalikan kepada masyarakat jika perusahaan tidak berpihak kepada kemaslahatan masyarakat Linge, tegasnya.
Begitu pula dengan kerja sama yang dibangun antara Pabrik Getah di Kecamatan Linge dalam hal ini PT. Jaya Media Internusa THL, KPH III, pengurus Fatal harus aktif melakukan pengawasan, pengumpulan data sampai dengan memberikan edukasi kepada masyarakat di wilayah masing-masing agar pembagian lahan Konsesi benar-benar tepat sasaran dan mampu memberikan manfaat dan konpensasi dari hasil alam Linge
Bukan hanya itu saja, pengurus FATAL juga harus mampu menjadi fasilitator bagi masyarakat sekaligus menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah.
Menurutnya, banyak kebijakan serta program kerja pemerintah yang bagus namun banyak permasalahan dalam pelaksanaannya.
Karena banyak kepentingan. Banyak oknum-oknum Bandit maupun pengusaha yang selama mengambil keuntungan pribadi. Mereka tentu tidak akan rela keuntungan yang sudah lama mereka nikmati itu hilang jika kebijakan dan program kerja pemerintah dilaksanakan dengan baik dan benar,” katanya.
Resistensi pasti ada,meskipun tidak selalu dilakukan secara terang-terangan. Untuk itulah FATAL harus hadir. Semua pengurus FATAL harus menunjukkan keberpihakan kepada rakyat kecil secara nyata, tetap dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mendukung program kerja pemerintah yang jelas-jelas menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat.☆☆