Takengon | METRO ONE – PT Kencana Hijau di Kabupaten Gayo Lues dituding terlalu “latah” menyikapi audiensi soal Intruksi Gubernur Aceh yang dilakukan Asosiasi Getah Pinus Masyarakat Gayo dengan Hendra Budian (Wakil Ketua DPRA) di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.
“Kita nilai pihak PT Kencana Hijau melalui Humasnya terlalu latah menyikapi audiensi yang kami lakukan dengan wakil ketua DPRA. Audensi soal intruksi Gubernur saat ini kami anggap sangat memberatkan masyarakat yang bergantung pada hasil produksi getah. Kami dari asosiasi getah yang lakukan audensi malah humas PT. Kencana Hijau cari pangung” ucap Basaruddin, Ketua Asosiasi Getah Pinus Masyarakat Gayo kepada Metro One, Jumat (11/6) di Takengon.
“Dalam audiensi di DPRA, kami dari Asosiasi Getah Pinus Masyarakat Gayo menuntut Intruksi Gubernur Aceh, agar dapat dikaji ulang. Karena intruksi ini merugikan masyarakat, terutama soal pelarangan menjual getah ke luar daerah. Sementara masyarakat berharap mendapat izin untuk bisa menjual 30 persen hasil produksi getah ke pasaran bebas untuk menutupi kontrak yang telah disepekati dengan pengusaha luar daerah, sebelum turunnya Intruksi Gubernur di akhir 2019 lalu. Yang jadi pertanyakan kami, atas dasar apa perwakilan Humas PT. Kencana Hijau memberi tanggapan di salah satu media online di Aceh terkait audiensi yang kami lakukan di DPRA. Mirisnya lagi, Humas perusahaan itu mengatakan, instruksi Gubernur tidak merugikan siapapun. Malah justru mempermudah investor untuk membangun pabrik agar perekonomian masyarakat bisa tumbuh dan semakin berkembang kedepannya. Apa benar seperti itu ?. Dari permasalahan Mafia Geteh Hingga Stadmen PT. Kencana Hijau ini sangat merugikan Masyarakat yang mengantungkan hidup nya ke getah Pinus” tegas Basaruddin.
Selanjutnya, masalah moratorium 30% yang disampaikan asosiasi getah di audiensi, di sini pihak PT Kencana mempertanyakan dasar hitungan keseluruhan getah pinus serta menyebutkan dua pabrik getah yakni PT Jaya Media Internusa dan PT Kencana Hijau masih kekurangan bahan baku dan masih mendatangkan dari luar daerah, hal tersebut tidak logis.
“Tidak benar itu (kurang bahan baku-red), getah pinus yang ada saat ini cukup. Kita malah kelebihan produksi, karena itu kami meminta 30 persen dari hasil getah untuk bisa dijual di pasaran bebas. Jika hal tersebut bisa tercapai, keuntungan lain yang bisa diperoleh masyarakat selain memulihkan terganggunya kontrak dagang, juga mudahnya mendapatkan suntikan modal dari pengusaha dan selebihnya mengurangi ketergantungan “permainan” harga jual yang tentukan oleh pabrik,” tambah Zamzam Mubarak, Sekjen Asosiasi Getah Pinus Masyarakat Gayo.
Menurut Zamzam, persoalan lainnya, saat ini suplai bahan baku getah juga perlu dievaluasi oleh pihak-pihak terkait, serta harus dilakukan upaya penertiban
adanya mafia mafia getah pinus yang merugikan daerah.”Mafia getah ini telah menyebabkan bocornya PAD, mereka kerap membawa bahan baku dengan membayar pajak tidak sesuai dengan tonase getah yang dibawa, ujarnya
Sementara menurut Alfi SH, Wakil Ketua Asosiasi Getah Pinus Masyarakat Gayo, pihaknya sangat mendukung keberadaan pabrik yang ada di Aceh. Keberadaan perusahaan tersebut merupakan bagian penting dalam siklus setabilitas ekonomi bisnis getah. Namun hendaknya, setiap persoalan menyangkut kepentingan masyarakat yang terlibat didalamnya bisa disikapi secara secara arib dan bijaksana.
“Kalau pendapat saya sedikit saja,
dampak negatif Intruksi Gubernur telah menyebabkan munculnya pasar gelap. Dimana ada sebagian getah telah diseludupkan ke luar daerah karna tergiur harga jual lebih mahal tanpa membayar pajak. Ini menyebabkan PAD bocor. Lain itu, pelaku usaha lokal merugi, karena tidak mampu menutupi kontrak dagang yg telah disepakati. Hal sama juga berdampak terhadap pelaku expedisi getah,” ringkas Genap, juga pengurus teras yang tergabung di asosiasi getah tersebut.
Sampai berita ini turunkan, belum diperoleh keterangan resmi dari pihak PT Kencana Hijau terkait keterangan pers yang disampaikan Asosiasi Getah Pinus Masyarakat Gayo. (Erwin.s.a.r)